JAKARTA - Kementerian Perindustrian sedang menghitung ulang ketersediaan minyak sawit mentah nantinya menjadi bahan baku utama program biodiesel B50.
Plt Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, mengatakan pihaknya tengah mengkaji seberapa siap pasokan CPO nasional sebelum pemerintah mengetuk palu penerapan mandatori B50 pada semester kedua 2026.
“Kami di Kementerian Perindustrian mendapat tugas untuk melihat feedstock-nya,” kata Putu di sela pembukaan Pameran Industri Agro di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Evaluasi itu akan menjadi dasar pemerintah menentukan arah kebijakan. Salah satunya, apakah perlu memberlakukan domestic market obligation (DMO)—kewajiban bagi perusahaan untuk lebih dulu memenuhi pasar dalam negeri sebelum mengekspor. Kebijakan DMO, jika diterapkan, akan otomatis memangkas ekspor CPO.
“Kementerian Perindustrian sebagai bagian dari pemerintah pasti akan ikut kebijakan,” ujar Putu.
Langkah ini sejalan dengan rencana besar pemerintah menghentikan impor solar dan menggantinya dengan bahan bakar nabati.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut pemerintah tengah menimbang tiga skenario: meningkatkan produktivitas lahan sawit, membuka lahan baru, atau mengurangi ekspor dengan memberlakukan DMO.
“Kalau kita pakai B50, tinggal ekspor yang dikurangi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Bahlil.
Nada serupa datang dari Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahkan sudah menyiapkan angka: sebanyak 5,3 juta ton ekspor CPO akan dipangkas demi menopang kebutuhan biodiesel.
“Produksi CPO kita mencapai 46 juta ton per tahun. Sekitar 20 juta ton diolah di dalam negeri, sisanya diekspor. Nah, sebagian dari yang diekspor itu akan kita tahan untuk B50,” ujar Amran, selepas rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara. (zan)




