Beranda / Berita / Kebijakan / Saat Sawit Menyalakan Mesin Ne...
Kebijakan

Saat Sawit Menyalakan Mesin Negeri: Indonesia Siapkan Bensin Rasa Nabati

Modernisasi kilang ini akan menjadi tonggak penting menuju era bahan bakar rendah emisi

14 Oktober 2025
13 menit membaca
Admin SahabatSawit
Saat Sawit Menyalakan Mesin Negeri: Indonesia Siapkan Bensin Rasa Nabati

Ilustrasi

Bagikan:

JAKARTA - Bukan lagi batu bara atau minyak mentah yang jadi bahan bakar masa depan Indonesia. Dari kebun sawit dan batang tebu, pemerintah mulai meracik energi baru: bensin bercampur bioetanol 10 persen.

Sebuah langkah kecil untuk tangki kendaraan, tapi besar bagi cita-cita kemandirian energi di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.

Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan kebijakan baru yang akan mengubah wajah energi nasional. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menetapkan kandungan bioetanol wajib sebesar 10 persen (E10) dalam setiap liter bensin yang dijual di dalam negeri.

Langkah ini bertujuan menekan emisi karbon dioksida sekaligus memangkas ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM).

“Kami baru saja mengadakan pertemuan dengan Presiden semalam. Presiden telah menyetujui rencana penerapan kewajiban 10 persen bioetanol,” kata Menteri Energi Bahlil Lahadalia, dikutip dari Antara.

Bahlil menyebut, sekitar 60 persen bensin yang dikonsumsi di Indonesia masih impor.

Karena itu, substitusi dengan bioetanol berbahan dasar sawit dan tebu menjadi strategi ganda: menghemat devisa sekaligus memperluas hilirisasi hasil pertanian dan perkebunan.

“Ini bukan sekadar soal bahan bakar, tapi kedaulatan energi,” ujar Bahlil.

Langkah itu sejalan dengan dorongan Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan Indonesia lebih mandiri di sektor energi.

Pemerintah menargetkan biofuel menjadi tumpuan utama dalam peta jalan energi nasional, menggantikan ketergantungan pada batu bara dan minyak bumi yang selama puluhan tahun menjadi sumber utama pasokan energi.

Teknologi dan Tantangan Produksi

Kendati arah kebijakan sudah jelas, implementasi di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala.

Data Apsendo, asosiasi produsen metanol dan etanol Indonesia, mencatat kapasitas produksi bioetanol nasional pada 2024 mencapai 303.325 kiloliter per tahun, tetapi realisasi produksinya baru 160.946 kiloliter.

Keterbatasan pasokan ini menjadi alasan utama penundaan pelaksanaan kebijakan E10 dalam beberapa tahun terakhir.

Untuk menutupi kekurangan, Indonesia bahkan masih mengimpor 11.829 kiloliter bioetanol.

Namun, pemerintah optimistis gap ini bisa dikejar. Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyatakan kesiapan perusahaan pelat merah itu mendukung penuh program E10.

Selain memperkuat rantai pasok bioetanol, Pertamina juga meningkatkan produksi minyak hulu dan mempercepat modernisasi Kilang Balikpapan yang ditargetkan beroperasi pada November 2025.

“Modernisasi kilang ini akan menjadi tonggak penting menuju era bahan bakar rendah emisi,” ujar Simon. (zan)

 

Tag:

bioetanol 10 persenE10Direktur Utama Pertaminaasosiasi produsen metanol dan etanol IndonesiaAPSENDOGAPKI

Berita Terkait