KALTIM - Setelah puluhan tahun bergantung pada batu bara dan gas alam, Kalimantan Timur mulai menanam masa depan baru dari bahan baku yang lebih hijau: kelapa sawit. Limbahnya kini tak sekadar sisa industri, tapi sumber tenaga bagi era tanpa emisi.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menegaskan komitmennya untuk keluar dari ketergantungan terhadap energi fosil dan beralih menuju Energi Baru Terbarukan (EBT).
Langkah ini disebut sebagai bagian dari transformasi ekonomi hijau yang mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota berkonsep net zero emission.
“Transformasi ekonomi dan energi telah lama kita gaungkan, namun perlu komitmen kuat seluruh pihak untuk mendukung serta implementasi di lapangan,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, saat membuka Indonesia Sustainable Energy Week 2025 di Samarinda, Senin (13/10/2025).
Menurut Sri, meski Kaltim selama ini dikenal sebagai penghasil utama minyak, gas, dan batu bara, kini arah pembangunan mulai bergeser.
Pemerintah daerah, katanya, mulai melirik potensi sumber energi ramah lingkungan dari sumber daya lokal, seperti kelapa sawit.
Salah satu contohnya, pabrik kelapa sawit di Kaltim kini memanfaatkan cangkang dan limbah cair (Palm Oil Mill Effluent atau POME) sebagai bahan baku pembangkit listrik.
Upaya ini disebut sebagai bentuk nyata hilirisasi industri sawit yang tak hanya bernilai ekonomi, tapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon.
Selain sawit, Kaltim juga tengah mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di sejumlah daerah terpencil.
“Kita juga punya potensi besar dari tenaga air dan angin. Ini bisa menjadi masa depan energi di Kaltim,” ujar Sri.
Indonesia Sustainable Energy Week Goes Regional 2025 menjadi momentum penting bagi Kaltim untuk menunjukkan komitmennya.
Acara yang digelar 13–16 Oktober 2025 di Samarinda ini menjadi ajang berbagi praktik terbaik transisi energi, sebelum rangkaiannya dilanjutkan ke Makassar dengan tema berbeda.
Dari tanah yang selama ini kaya fosil, Kaltim kini menanam energi dari masa depan. Cangkang sawit, sinar matahari, dan embusan angin mulai menggantikan bara api yang selama ini menghidupi ekonomi daerah.
Transisi memang tak mudah, tapi masa depan hijau tampaknya mulai menyala dari Samarinda. (zan)




