BALIKPAPAN – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pengawasan ketat dan konsolidasi perusahaan sawit melalui GAPKI adalah kunci utama dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Pemerintah tidak akan mentolerir pembakaran lahan sembarangan di tengah ancaman bencana tahunan ini.
Kunjungan kerja Menteri LHK ke Kalimantan Timur baru-baru ini bukan sekadar simbolis, melainkan peringatan tegas bagi seluruh pelaku usaha sawit, petani, dan pemerintah daerah untuk serius menangani Karhutla.
Hanif Faisol Nurofiq memaparkan, meski titik api di Kaltim menurun dibanding tahun lalu—dari ratusan ke 15 titik—penanganan Karhutla tidak boleh lengah. Penurunan ini terjadi berkat kondisi iklim yang mendukung dan kerja sama pemerintah daerah, namun risiko tetap tinggi tanpa pengawasan ketat.
Menteri Hanif mengingatkan bahwa hanya 30 persen perusahaan sawit di Kaltim dan Kaltara yang bergabung dalam GAPKI, padahal lebih dari 300 unit usaha beroperasi di wilayah ini.
“Ketidakterlibatan dalam GAPKI bukan hanya merugikan perusahaan, tapi juga memperbesar risiko kebakaran akibat praktik open burning yang masih terjadi,” ujarnya.
Pemerintah menuntut seluruh perusahaan sawit untuk menyiapkan sarana, pendanaan, organisasi kerja, dan melibatkan masyarakat melalui Kelompok Tani Peduli Api (KTPA).
Namun, tanpa konsolidasi dalam organisasi resmi seperti GAPKI, pengawasan menjadi tidak efektif.
Lebih lanjut, Hanif menegaskan, gubernur dan aparat harus memperketat pengawasan.
“Tidak mungkin gubernur mengawasi jutaan hektare lahan sawit seorang diri. Konsolidasi dan kerja sama melalui GAPKI adalah solusi nyata,” tegasnya.
Hal ini menjadi penting mengingat luas Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kaltim dan Kaltara mencapai lebih dari 1,5 juta hektare dari total 3 juta hektare lahan HGU.
Jika tidak diawasi dengan serius, potensi kebakaran akan terus mengancam ekonomi dan lingkungan.(zan)