PONTIANAK – Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Maswadi menyoroti kebijakan dualisme Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun dan praktik loading ramp yang menurutnya dapat merugikan kualitas minyak sawit mentah (CPO) Indonesia.
Hal itu ia sampaikan pada acara Borneo Forum ke - 8 didukung BPDP di Pontianak.
Ia menilai praktik penerimaan buah sawit di loading ramp rawan meloloskan tandan buah segar (TBS) berkualitas rendah. Satu di antara contoh kasus ada di Kabupaten Sanggau, Sekadau, hingga Kubu Raya.
“Kenapa loading ramp itu penting? Karena ada indikasi menerima buah yang kurang berkualitas. Itu nanti mengganggu CPO kita,” tegasnya, Jumat (22/8/2025).
Menurutnya, berbeda dengan Indonesia yang masih sibuk menyelesaikan masalah sosial petani dan tata niaga, negara tetangga Malaysia justru sudah melangkah lebih jauh dalam meningkatkan kualitas CPO mereka.
Maswadi, yang juga Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalbar, menekankan pentingnya edukasi bagi petani agar pengelolaan sawit lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Bisnis boleh berjalan, tapi harus ramah lingkungan dan sustainable. Karena itu kita harus bersatu memperbaiki sistem, bukan jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Ia juga menyebut perlunya pembentukan tim terpadu yang melibatkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), akademisi, pemerintah, hingga ahli hukum.
Tim ini diharapkan mampu memberi pelatihan, pendampingan, serta pengawasan terhadap praktik usaha sawit di Kalbar.
Sebagai rekomendasi kebijakan, Maswadi mendorong pembentukan forum bersama para stakeholder untuk mengawasi jalannya industri sawit di Kalimantan.
Forum ini diharapkan bisa menjadi wadah pengendalian agar praktik usaha sawit tetap inklusif, menghormati hak asasi manusia, nilai agama, dan tentu saja mengutamakan keberlanjutan lingkungan. (zan)