JAKARTA - Harga referensi minyak kelapa sawit mentah (CPO) kembali bergerak naik di November 2025.
Kementerian Perdagangan menyebut lonjakan kecil ini tak lepas dari rencana pemerintah menerapkan program biodiesel 50 persen (B50) serta meningkatnya permintaan dari Malaysia.
Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Tommy Andana, mengatakan harga referensi (HR) CPO untuk penetapan bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) ditetapkan sebesar 963,75 dolar AS per metrik ton (MT).
Angka ini naik tipis 0,14 dolar AS dibandingkan periode Oktober 2025 yang berada di level 963,61 dolar AS per MT.
“Peningkatan HR CPO ini dipicu oleh ekspektasi naiknya permintaan dari Malaysia, rencana penerapan B50, serta menguatnya harga minyak nabati lain seperti minyak kedelai,” ujar Tommy dalam keterangan resmi di Bandung, Senin (3/11/2025) dikutip ANTARA.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 jo. PMK Nomor 68 Tahun 2025, pemerintah menetapkan BK CPO sebesar 124 dolar AS per MT dan PE CPO sebesar 10 persen dari HR CPO, yakni 96,37 dolar AS per MT untuk periode 1–30 November 2025.
Penetapan harga referensi itu mengacu pada rata-rata harga CPO di tiga bursa utama, yakni Indonesia (887,73 dolar AS per MT), Malaysia (1.039,76 dolar AS per MT), dan Rotterdam (1.247,67 dolar AS per MT).
Karena selisih harga di antara ketiga bursa itu lebih dari 40 dolar AS, perhitungan HR CPO hanya menggunakan dua sumber harga terdekat, yaitu Indonesia dan Malaysia.
“Hasilnya, HR CPO ditetapkan sebesar 963,75 dolar AS per metrik ton,” kata Tommy.
Sementara itu, produk minyak goreng kemasan bermerek atau refined, bleached, and deodorized (RBD) palm olein dengan berat bersih hingga 25 kilogram dikenakan bea keluar 31 dolar AS per MT.
Ketentuan itu tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 2140 Tahun 2025 tentang daftar merek RBD palm olein kemasan bermerek.
Kenaikan harga CPO ini menambah optimisme pelaku industri sawit terhadap prospek ekspor dan hilirisasi.
Namun, di sisi lain, rencana penerapan B50 juga berpotensi menambah tekanan terhadap pasokan bahan baku domestik, terutama di tengah fluktuasi harga minyak nabati global yang masih tinggi. (zan)




