JAKARTA - Suasana Tanwir Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Universitas Muhammadiyah Malang, Rabu (29/10/2025), mendadak riuh.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia diteriaki “hoaks” oleh sejumlah mahasiswa saat menjelaskan kebijakan pencampuran etanol dalam Pertalite.
Namun, Bahlil tak gentar. Ia justru menantang: “Mari berdiskusi dengan data, bukan dengan prasangka.”
Dalam forum itu, Bahlil menjelaskan bahwa etanol merupakan bahan alami dari jagung, tebu, dan singkong yang digunakan untuk menekan emisi dan menciptakan energi bersih.
Ia menegaskan, pencampuran etanol bukan kebijakan asal-asalan, melainkan strategi global sudah diterapka banyak negara, seperti Amerika Serikat (E20), Brasil (E85), India (E30), dan Thailand (E20).
“Yang menolak itu bukan karena alasan teknis. Mereka takut kuota impornya dipotong,” kata Bahlil di hadapan mahasiswa.
Menurutnya, pencampuran etanol akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak mentah sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional.
Bahlil juga menyinggung masa kejayaan energi nasional. Pada 1997, Indonesia masih mengekspor minyak hingga 1,6 juta barel per hari.
Kini, produksi menurun menjadi sekitar 600 ribu barel per hari, sementara impor terus melonjak.
“Setiap tahun kita impor energi senilai Rp520 triliun. Uang rakyat kita dipakai untuk membeli bahan bakar dari luar negeri,” ujarnya.
Untuk menekan impor, pemerintah tengah memperluas penggunaan energi campuran, dari biodiesel (B50) hingga bensin etanol (S10).
Selain itu, proyek gasifikasi batubara juga tengah disiapkan untuk mengubah sumber daya lokal menjadi bahan bakar alternatif.
Bahlil mengakui kebijakan energi bersih tak akan mulus tanpa perlawanan. Namun, ia menegaskan keberpihakannya pada kemandirian nasional.
“Saya mantan aktivis. Kritik itu gizi bagi saya, tapi mundur bukan opsi. Ini soal keberanian menjaga kedaulatan Ibu Pertiwi,” ucapnya tegas. (zan)




