KUBU RAYA – Penggodokan reformasi tata niaga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit kini terus dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bersama stakeholder melibatkan akademisi.
Langkah strategis ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem bisnis yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan, dari petani hingga Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Dr Maswadi, seorang akademisi dari Universitas Tanjungpura, memaparkan sejumlah rekomendasi kebijakan yang menjadi landasan upaya ini.
Salah satu poin krusial adalah reformasi sistem penetapan harga TBS. Diusulkan agar Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Barat menetapkan harga secara proaktif untuk periode mendatang.
“Ini akan memungkinkan PKS membayar petani lebih cepat tanpa harus menunggu penetapan harga resmi,” kata Maswadi.
Selain itu, penetapan harga mingguan atau dua mingguan yang mengikat semua PKS di Kalimantan Barat akan diberlakukan.
Untuk memastikan harga mencerminkan kondisi pasar riil, akan dibentuk tim penetapan harga yang melibatkan Disbunak, GAPKI, dan perwakilan petani.
Pemerintah tidak main-main dalam menegakkan kebijakan ini. PKS yang tidak mengikuti harga yang ditetapkan akan dikenakan sanksi administratif.
Sistem monitoring harga real-time melalui platform digital dan audit berkala di lapangan juga akan diterapkan untuk memastikan kepatuhan.
Reformasi juga menyasar penguatan kelembagaan resmi tata niaga. Akan dibentuk tim terpadu pendampingan percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit di tingkat provinsi.
Tim ini bertugas menyelesaikan hambatan tata niaga TBS, serta mengawasi kemitraan, ketenagakerjaan, dan keamanan kebun.
Anggotanya akan mencakup perwakilan Disbun, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), GAPKI, dan pihak terkait lainnya.
Untuk menjamin legalitas, semua transaksi TBS diwajibkan melalui Koperasi dan Pemasok yang memiliki Surat Tanda Daftar Budi Daya (STDB) dari Dinas Perkebunan. Pembentukan database terpusat dan sistem verifikasi berkala akan diterapkan.
Pemerintah juga bertekad mengeliminasi praktik tengkulak. Pelarangan total sistem loading ramp dan tengkulak yang beroperasi di luar lembaga resmi akan diberlakukan.
Satuan tugas khusus juga akan dibentuk untuk menindak praktik perdagangan TBS ilegal, berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk kasus pencurian atau TBS dari plasma bermasalah.
Aspek standardisasi mutu dan sistem distribusi juga menjadi fokus. Pemasok wajib mengirimkan TBS sesuai kriteria mutu Permentan Nomor 13 Tahun 2024.
“Sistem grading dan sertifikasi mutu TBS harus diterapkan, disertai sanksi bagi pemasok yang konsisten mengirimkan TBS di bawah standar,” tegas Maswadi.
Optimalisasi logistik akan dilakukan melalui regulasi yang mewajibkan pemasok mengirimkan TBS ke PKS terdekat berdasarkan zonasi yang ditetapkan.
Peta zonasi distribusi TBS juga akan dibentuk, dan sistem perizinan khusus untuk pengangkutan TBS lintas zona akan diberlakukan dengan syarat ketat.
Pemerintah juga mendorong pembiayaan infrastruktur. Koperasi dan Pemasok terdaftar diwajibkan menyisihkan persentase tertentu dari omzet mereka untuk perbaikan jalan desa.
“Rekening khusus perlu dibentuk dan dikelola bersama, dilengkapi dengan sistem audit dan pelaporan penggunaan dana yang transparan,” lanjut Maswadi.
Selain itu, sistem pengawasan terintegrasi jug didorong diimplementasikan. Ini mencakup sistem digital tracking untuk memantau alur TBS dari kebun hingga PKS, integrasi data antara Disbun, PKS, dan lembaga pemasok, serta sistem early warning untuk mendeteksi penyimpangan.
“Tim Satgas Pengawasan Tata Niaga yang melibatkan Disbun, Polda, dan GAPKI mesti dibentuk untuk penindakan pelanggaran,” ucapnya.
Terakhir, pemerintah akan menerapkan sistem insentif dan disinsentif. Lembaga yang mematuhi regulasi akan menerima insentif, seperti program sertifikasi "Lembaga Pemasok Terpercaya" dan kemudahan akses pembiayaan.
Sebaliknya, sanksi tegas akan diberlakukan, seperti pencabutan STDB, denda progresif, dan blacklist PKS yang tidak mematuhi harga yang ditetapkan.
Implementasi kebijakan-kebijakan ini memerlukan koordinasi erat antara semua pemangku kepentingan dan komitmen kuat untuk menciptakan sistem tata niaga TBS yang adil, transparan, dan berkelanjutan di Kalimantan Barat.
Diskusi kelompok terfokus (FGD) akan diselenggarakan untuk membahas detail teknis implementasi setiap poin kebijakan tersebut. (zan)