Sebagai Sekretaris Jenderal perempuan pertama di Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC), Izzana Salleh membawa visi segar dan strategi kolaboratif dalam memperkuat posisi sawit global di tengah tekanan geopolitik dan kampanye negatif terhadap komoditas ini.
Ketika berbicara tentang industri sawit global, nama Izzana Salleh kini menjadi sorotan. Dilantik sebagai Sekretaris Jenderal CPOPC pada awal 2024, perempuan asal Malaysia ini langsung tancap gas dengan misi besar:
Menyatukan negara-negara produsen utama minyak sawit dan membangun narasi positif untuk komoditas strategis ini di kancah internasional.
CPOPC, yang didirikan oleh Indonesia dan Malaysia—dua produsen utama minyak sawit dunia—merupakan platform strategis untuk mengoordinasikan kebijakan dan advokasi global.
Di tangan Izzana, organisasi ini tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga mesin diplomasi yang aktif menggaungkan kontribusi positif sawit terhadap pembangunan berkelanjutan.
“Sawit bukan sekadar komoditas ekonomi. Ia adalah sumber kehidupan bagi jutaan petani kecil dan bagian penting dari pembangunan pedesaan,” ujar Izzana dalam sebuah wawancara eksklusif.
Dengan latar belakang di bidang hukum dan pengalaman panjang dalam kerja sama internasional serta pemberdayaan perempuan, Izzana dikenal sebagai sosok komunikatif dan strategis dalam membangun jejaring diplomasi global.
Langkah pertamanya sebagai Sekjen adalah memperkuat solidaritas antaranggota. Ia sukses membawa Honduras dan Kolombia lebih aktif dalam inisiatif bersama, serta membuka peluang dialog dengan negara produsen baru di Afrika.
Di saat bersamaan, ia juga meningkatkan komunikasi dengan Uni Eropa untuk mencari titik temu atas regulasi anti-deforestasi yang dinilai merugikan negara produsen.
Di tengah tekanan global terhadap komoditas sawit, Izzana mengambil pendekatan yang lebih terbuka dan kolaboratif.
Ia mengedepankan diplomasi data—menampilkan fakta ilmiah, studi keberlanjutan, dan praktik agrikultur terbaik yang telah diterapkan oleh negara-negara anggota.
Bagi para pelaku usaha, pendekatan ini memberi angin segar. “Kami merasa suara kami mulai terdengar lebih luas. CPOPC di bawah Izzana lebih aktif merespons isu, tidak hanya reaktif,” ujar Rahmat Gunawan, seorang pengusaha sawit asal Riau.
Izzana juga mendorong keterlibatan lebih besar dari sektor swasta, termasuk mendorong harmonisasi standar keberlanjutan lintas negara.
Menurutnya, keberlanjutan dan daya saing tidak harus bertolak belakang. “Dengan inovasi dan kolaborasi, industri sawit bisa menjadi teladan dalam praktik agrikultur berkelanjutan,” tegasnya.
Dengan kepemimpinan Izzana Salleh, arah baru CPOPC menunjukkan komitmen kuat untuk membela dan memajukan industri sawit global.
Di mata para pengusaha sawit, ia bukan sekadar figur birokrat, melainkan mitra strategis dalam memperjuangkan kepentingan industri di panggung dunia.
Harapan besar pun tertumpu padanya untuk menjadikan sawit bukan hanya komoditas andalan, tetapi simbol keberlanjutan dari negara-negara Selatan. (zan)